Selasa, 24 Februari 2009

Mas E.....dimana kamu sekarang....

Sebutlah namanya mas E. Nama yang cukup familiar sejak dibangku kuliah ditambah lagi beberapa waktu lalu kami sempat bertemu di surabaya. Air mukanya teduh, tutur katanya teratur, menunjukkan keikhlasan yang mendalam. Kami sempat rutin bertemu dalam kurun waktu yang cukup lama. Tidak kurang dari satu tahun. Dia adalah "guru" sekaligus senior ketika di kampus. Diantara senior-senior yang sevisi, mungkin dia adalah orang yang paling siap untuk mengarungi bahtera rumah tangga meskipun belum lulus ketika itu. Dan benar saja, sebelum lulus dia sudah menikah, dengan cara di "jodohkan" oleh "gurunya". Meskipun waktu itu, harus dilakukan secara "diam-diam" karena aturan dari pt.Telkom tidak membolehkan menikah selama masa pendidikan. Dan kalau ketauan ID terpaksa diputus dan diwajibkan membayar sekian.

Tidak disangka, ketika di surabaya beberapa tahun lalu, saya dipertemukan Allah dengan beliau dalam sebuah pertemuan rutin. Putranya waktu itu sudah 2, putih-putih dan ganteng2, semuanya mirip beliau. Karena saya harus pindah ke malang sembari menemani istri yang harus menyelesaikan kuliah, kamipun berpisah. Sejak itu kami tidak pernah kontak apalagi bertemu muka. Terakhir saya denger dari senior-senior dia pindah ke kalimantan karena ada mutasi. Dan sejak itu tidak pernah denger kabarnya, karena email dan kontak telpon sama sekali gak ada.

Dua hari lalu, saya tau dari kawan, bahwa dia masih di Kalimantan. Berawal dari cerita2 dan sampai pada cerita2 senior2 yang dulu punya visi yang sama. Secara sengaja, saya tanya dimana mas E sekarang ya. Ternyata beliau masih di Kalimantan. Keluarganya masih di surabaya, karena mereka sudah punya rumah disana dan anak2nya sudah pada sekolah. Mungkin faktor pendidikan anak-anaknya yang menyebabkan keluarga tetap di surabaya.

Kawan saya melanjutkan ceritanya. Bahwa mas E sekarang istrinya dua. Tetapi semuanya tinggal di jawa. Penasaran saya bertambah, karena ternyata istri keduanya tinggal di sebuah pesantren di jawa tengah. Padahal dia sendiri di kalimantan. Awalnya saya menebak, mungkin karena dia jauh dari keluarga lalu untuk menghindari mudhorot dia akhirnya menikah lagi.
Tapi kalau kenyataannya seperti itu, gak nalar. Karena dia berarti tetap sendiri.

mmm....
Rasa penasaran saya semakin menjadi, ketika temen itu bilang, istri keduanya mondok disebuah pesantren, di jawa lagi. Bukankah dia tetap "kesepian" di kalimantan. Kenapa pula harus menikah lagi, kalau dua2nya ada di jawa.
Inilah bagian cerita dari kawan saya tadi yang cukup membuat saya tertegun sesaat tidak komentar.
"seru ya ceritanya Pan...?" kawan saya mencairkan.

Mas E memang sejak di bangku kuliah sudah punya "binaan" liqo'at yang cukup banyak. Tapi kebanyakan kelompok laki-laki. Di surabaya dia juga cukup punya banyak "bimbingan". Dan diantara liqo'at-liqo'at itu ada kelompok perempuannya. Nah diantara kelompok2 yang dia bina itu, pada satu liqo'at ada seorang akhwat yang agak berbeda. Berbeda karena sepertinya mentalnya agak terganggu. Bahkan sudah beberapa kali melakukan percobaan bunuh diri.
Setelah dipertemukan dengan liqo'at dan kebetulan yang membina adalah mas E, ada sedikit perubahan. Semangat hidupnya berangsur normal. Si akhwat lama-lama merasa ada ketenangan setiap kali ada liqoat, dan yang mengisi materi mas E.

Kelihatan perasaan sang akhwat dengan mas E sudah berbeda. Sudah melibatkan "hati". Singkat cerita, sang akhwat "menginginkan" mas E untuk menjadi pendamping hidupnya. Padahal sang akhwat sudah tau kalau mas E sudah berkeluarga.
Singkat cerita, karena mas E menolak mengingat beliau sudah berkeluarga, sang akhwat rupanya sudah terlalu melibatkan "hati"nya. Sampai-sampai -masih menurut kawan saya tadi-- mengancam bunuh diri kalau sampai mas E tidak mau menikahinya. Berarti penyakit lamanya kambuh lagi.

Sampai pada suatu hari, dengan ditemani orang-tuanya, si akhwat mendatangi istri mas E, untuk meminta izin untuk melamar mas E. Kebayangkan, bagaimana reaksi istri mas E waktu itu (gak masuk dalam cerita kawan saya tentunya). Ya perempuan mana --secara manusiawi-- yang menginginkan suaminya direbut perempuan lain. Intinya istri mas E, tidak mengizinkan. Tetapi sekali lagi, karena sang akhwat sudah "main hati", sampai mengancam mau bunuh diri segala kalau tidak diizinkan.
Mungkin karena merasa kasihan dan iba, akhir istri mas E mengizinkan dengan syarat : tidak boleh satu kota.

Membuat saya tertegun sejenak. Sambil berpikir, apa sih ibroh yang bisa ambil dari kisah ttg mas E yang barusan saya dengar dari kawan saya tadi.

Saya cukup mengenal mas E seperti apa orangnya. Senior yang sangat ikhlas. Pemahaman tentang Dien ini beliau juga sudah sangat luar biasa. Wajahnya menunjukkan guratan kesejukan nan teduh. Saya yakin ini emang diluar rencana dan kehendaknya. Mungkin bener kata pepatah, semakin tinggi pohon maka semakin deras pula angin bisa menerpa. Kalaupun karena faktor nafsu belaka, kenapa pula dia tetap di Kalimantan sendirian. Diskredit, bahwa dia menikah lagi karena kesepian, gak nalar sama sekali.
Saya membathin, apakah seperti itukah kalau seorang wanita sudah mencoba memainkan hatinya. Atau karena akhwat tadi memang tidak terlalu "sehat".

Entahlah, saya masih belum bisa memahami....
Apakah mas E, patut diponis sebagai laki-laki yang tidak setia, gandrung dengan poligami?
Saya yakin kalau yang tidak tau jalan ceritanya, pasti akan memfonis seperti itu. Dan saya sendiri tidak membayangkan bagaimana perasaan mas E jika ternyata dia sama sekali tidak mencintai perempuan itu. Dan bagaimana pula perasaan istri pertama mas E.
Mungkin itulah, kita diajarkan bahwa Allahlah tempat kita berharap. Bukan dengan siapa-siapa. Karena Dia lah yang menggenggam segala jagad ini, yang menggenggam jiwa-jiwa ini. Yang Maha membolak balikkan hati.

Mas E, dimana ya....
Udah tak cari2 di googling dan senior gak dapet2.....


Tidak ada komentar:

Posting Komentar