Selasa, 20 Januari 2009

DiNi HaRi, Dua Satu Januari......

Dini hari begini daripada membiarkan hati terus gundah, lebih baik mendengarkan murrottal, semoga hati ini menjadi damai. Menulis untuk menumpahkan apa yang tidak bisa diungkapkan dengan siapapun, kayaknya bisa mengurangi beban. Gak ada temen yang bisa membiarkanku bercerita, sekedar kawan. Cintaku disana paling sudah sedang pulas, setelah seharian terlalu capai, mengurus tiga jagoan kecilnya.

Pagi sebelum berangkat, kusempatkan menyapa Bapak. Sekedar menghiburnya, karena kayaknya sampai siang (sampai dia berangkat ke rumah
anaknya), tidak ada yang ngajak ngomong, meski sekedar berbasa-basi.

Obrolan yang membuat hari terenyuh untuk kesekian kalinya. Kesendirian seperti yang sedang kualami. Bedanya, si bapak kesendirian dalam renta. Apalagi dengan usia yang mendekati tiga perempat abad, dan tanda-tanda kepayahan sudah sangat jelas terlihat, dari cara dia berjalan. Tetapi saya yakin dia adalah pribadi yang tangguh. Dengan kondisi yang renta masih sanggup mengendari mobil sendirian, bolak-balik jarak yang cukup jauh. Karena sang belahan jiwanya harus menginap di rumah anaknya yang tertua. Sempat juga bertanya, "Kenapa Bapak enggak ikutan tinggal disana?". "Wah nit, rumah ini gak mungkin ditinggal, selain ada kalian, juga gak enak juga ama menantu...."

Sang istri harus dirawat, dan si Bapak gak mungkin ngerawat sendirian. Kalau di rumah anaknya ada pembantu anaknya yang sudah sanggup merawat
dengan bayaran ganda dari biasanya. Apalagi sekarang ke kamar mandi saja sudah enggak bisa. Jadi semua aktifitas harus dilakukan di kamar tidur. Mmmm.....apa aja itu, bayangin aja ndiri :-). Aku teringat Mak beberapa belas tahun lalu, karena terjatuh dan mengharuskan rebahan cukup lama, hampir dua bulan. mmm....sedih juga mengingat itu. Jadi ingat uncu Lis (almarhum). Si bungsu yang sangat disayangi mak. Dia satu-satunya yang tidak kenal lelah, terutama meladeni kalau harus BAB. Uncu...uncu....semoga kamu bahagia ya di kehidupan sesungguhnya sekarang ini. Adek yang sangat pemalu. Polos. Kebersahajaanmu berakhir terlalu cepat. Alhamdulillah meski seharusnya seusiamu seharusnya sudah mengenal rasa suka dengan lawan jenis, tapi seingatku kamu belum pernah cerita ke siapapun kalau kamu punya lelaki yang kamu suka. Maaf ya cu, abang kadang lupa mendoakan. Kalau ingat, seperti kata orang alim, untuk mendalamkan rasa cinta sesama saudara, bayangkanlah wajah-wajah mereka dalam setiap untaian doa-doa kita. Abang sudah lakukan itu. Karena siapa lagi yang mau mendoakanmu secara khusus. Bak juga sudah menyusulmu. Semoga kita bertemu dalam damai kelak ya. Kita saling berkunjung dan mengucapkan salam. Kita juga bisa berkunjung dalam istana Bak-Mak kelak. Karena mereka manusia-manusia kamil. Manusia-manusia yang luar biasa, demi kita. Tidak ada cela. Oleh karena Abang yakin mereka berdua layak mendapatkan "Kedamaian Sejati" itu. Abang ingat, ketika hari terakhirmu, Bak begitu pilu. Karena begitu tiba-tiba. Abang ama Cik juga seperti gak percaya.

Melihat wajah si Bapak, seperti membayangkan diriku sendiri beberapa waktu yang akan datang. Dengan pekerjaan swasta, tentu saja tidak punya jaminan pensiun seperti halnya pegawai negeri. Semua bergantung murni kemurahanNya. Masih untung ada kost-kostan yang bisa menopang. Seperti katanya sendiri, tidak mau merepotkan anak. Anak-anak sudah punya tanggungan, punya keinginan sendiri. Tidak baik terlalu merepotkan anak. Itulah orang-tua. Cinta yang tidak mengenal pamrih. Membesarkan, merawat, memberikan pendidikan tanpa mengharapkan balasjasa dari itu semua. Kalau ingat ujaran Bak, ketika makan dan lauknya cukup bagus, "Udomu makan apa ya sekarang?" Mengingat sulungnya yg jauh, mengemban tugas dari orangtua menuntut ilmu. Sebaliknya, apakah pernah ya kita mengingat orangtua kita ketika kita sedang mendapatkan kenikmatan. Mmmm....gak terlalu yakin.

Bak, aku kok udah lama gak mimpi ya, melihat wajahmu yang cerah. Seperti dulu ketika nanda masih kuliah. Apa karena hati nanda sudah terlalu
kotor. Nanda ingat sebuah buku. Kata Ibnul Qoyyum, ruh orang hidup bisa bertemu dengan ruh orang yang sudah meninggal, manakala nasib dari orang yang sudah meninggal itu, ditakdirkan bernasib baik. Ruh-ruh itu akan bertemu, dalam naungan suasana damai. Bukan di syurga, tapi digambarkan dalam ketenangan. Yang pasti, setiap ruh orang yang tertidur, akan berpulang ke Penciptanya, begitu pula dengan ruh orang yang sudah meninggal. Mudah-mudahan itulah tempatmu Bak. Nanda sangat merindukanmu eBak.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar