Sabtu, 10 Januari 2009

Sebuah Pelajaran


Riak dalam berkeluarga adalah sesuatu yang biasa. Terkadang terlampau besar gelombang yang harus dihadapi. Tapi betapapun besar, hatta itu bergulung-gulung tidak akan menjadi soal. Tidak akan membuat kapal itu pecah berkeping, manakala masih ada cinta dan kasih sayang.
Cinta yang didasarkan pada pengabdian yang sejati hanya untuk Allah. Karena Dialah yang menyelipkan perasaan cinta itu didada-dada. Cinta yang harus dipupuk terus menerus. Bak sebuah pohon yang harus terus disiram dan sekali2 harus dipupuk supaya tumbuhnya tetap cemerlang, menghasilkan daun yang hijau ceria, dahan2 yang banyak, pada akhirnya menghasilkan buah yang menggugah selera siapa saja yang melihatnya karena terkenal manis-manis.

Itulah cinta sejati-jatinya. Cinta yang semakin erat karena kehadiran para buah hati. Buah hati yang dihasilkan oleh perpaduan cinta yang tanpa pamrih diantara keduanya. Pupuk dari cinta itu adalah rasa saling menghargai dan memahami diantara keduanya. Seharusnya relung-relung hati hanya berisi nama diantara keduabelah pihak. Tidak ada lain lagi. Kesalahan sekecil apapun tidak boleh dilakukan. Itulah makna kesetiaan. Itulah arti dari saling menghargai.

Bahtera itu harus tetap teguh, sampai kapanpun. Apalagi selama ini memang sangat menakjubkan. Berseri selalu, kapal itu. Belum ada sekalipun diterpa badai. Dan Insya Allah sampai kapan pun. Bahtera itu harus sampai pada pelabuhan terakhir. Dermaga yang begitu indah. Dipenuhi bunga-bunga yang harum semerbak. Mereka melambai-lambai melihat kapal yang sedang berlayar.

Semoga jadikanlah sebuah riak, sebagai pelajaran menghadapi gelombang berikutnya. Cinta itu tidak akan pernah surut. Akh, itukan hanya sebuah riak. Bahkan anak buah kapal sedang tertidur, biarlah sang kapten yang menghadapi sendiri. Bergumul dengan gelombang itu sendirian. Kalian tertidur lelap saja. Esok hari ketika pajar menyingsing, tinggal menunggu cerita tentang pergulatan hari ini.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar