Sesuatu itu akan terasa nikmat manakala dia terlepas dari genggaman kita. Apapun yang kita rasakan, nikmati saat ini...apapun itu, kerap kita lupakan bahwa itu semua adalah nikmat. Istri dan anak-anak adalah sesuatu nikmat yang tak ternilai harganya. Tapi mari merenung sejenak, manakala semua menjadi rutinitas; menghadapi anak-anak yang polahlakunya kadang menjengkelkan, tanpa sadar kita kadang marah bahkan dengan nada meninggi, anak kita marahi. Kalau sudah menjadi rutinitas, dan kita tidak coba untuk bersabar, semua jadi ruwet. Rengekan mereka seperti tabuhan musik tanpa arransemen yang jelas. Tangisan mereka seperti letupan petir yang membuat jantung berdegup tak beraturan.
Seorang kawan yang barusan diberi amanah untuk kedua kalinya. Mengatakan, "pengen cepat-cepat besar rasanya, supaya rumah jadi rame dengan tangisan karena rebutan mainan dengan kakaknya.....dst". Hikmah itu kadang datang darimana saja.
Kenapa kita tidak coba menganalogikan segala polah laku anak-anak kita adalah sebuah orkestra yang diarahkan oleh seorang komposer handal. Begitu nikmatnya kita menikmati alunan orkestra Mozart, seharusnya seperti itulah kita menikmati segala polah anak-anak kita itu.
Masa-masa penuh tangis, rengekan, dan "berantem" itu akan segera berlalu. Tidak cukup lama. Paling lama sepuluh tahun usia si bungsu. Dan semuanya akan terlewatkan. Berlalu dan tidak pernah kembali.